Hampir setiap pakar bahasa Arab klasik mendefinisikan Nahwu dengan cara yang berbeda-beda. Namun secara umum, Nahwu bisa dipahami sebagai cabang ilmu tata bahasa bahasa Arab untuk mengetahui jabatan kata dalam kalimat dan mengetahui bentuk huruf/harakat terakhir dari suatu kata.
Nahwu sepadan dengan istilah syntax dalam bahasa Inggris dan sintaksis dalam bahasa Indonesia.
Secara detail, Ilmu Nahwu mempelajari:
Pertama, jabatan atau kedudukan suatu kata dalam susunan kalimat. Nanti kita akan berkenalan dengan istilah semacam mubtada’ (subjek), khabar (predikat), maf’ul bih (objek) dll. Mustahil kita bisa memahami kalimat dengan baik bila kita tidak mengetahui kedudukan setiap katanya.
Kedua, bila sudah dapat mengetahui jabatan suatu kata, selanjutnya kita dapat menentukan harakat dari huruf terakhir sekaligus menentukan bentuk hurufnya. Dalam bahasa Arab ada jenis kata yang harakat huruf terakhirnya berubah-ubah mengikuti perubahan jabatan kata pada kalimat dan ada jenis kata yang huruf terakhirnya selalu tetap walaupun kedudukannya berubah.
Lebih mudahnya, Ilmu Nahwu berkonsentrasi pada huruf terakhir suatu kata, lebih tepatnya, harakat yang ada pada huruf terakhir.
Kata مَسْجِد adakalanya dibaca مَسْجِدٌ (masjidun), مَسْجِدًا (masjidan) dan مَسْجِدٍ (masjidin). Bila Anda perhatikan, harakat pada huruf terakhirnya berubah-ubah. Perubahan ini semakin jelas dalam susunan kalimat berikut ini:
ذَالِكَ مَسْجِدٌ
Dibaca masjidun karena kedudukannya sebagai khabar.
رَأَيْتُ مَسْجِدًا
Dibaca masjidan karena kedudukannya sebagai maf’ul bihi.
أُصَلِّي فِي مَسْجِدٍ
Dibaca masjidin karena kedudukannya sebagai majrur.
Jadi, perubahan kedudukan berpengaruh pada perubahan harakat pada huruf terakhir.
Objek
Yang dipelajari dalam Ilmu Nahwu adalah kata (kalimah) dan kalimat (jumlah/ kalam). Kalimat sendiri dibagi menjadi tiga. Kalimah isim (kata benda), kalimah fi’il (kata kerja) dan kalimah huruf (selain kata benda dan kata kerja). Yang terakhir ini jenisnya banyak sekali.
Jumlah paling sedikit tersusun dari dua kalimah. Baru disebut jumlah, apabila susunan satu kalimah dengan kalimah lain mendatangkan suatu pengertian yang jelas (bisa dipahami). Bila susunan antar kalimah tidak bisa dipahami, maka tidak dapat dinamakan jumlah.
Tujuan
Setiap ilmu mempunyai tujuan spesifik. Ilmu Tajwid mencegah terjadinya kesalahan dalam membaca Kitab Suci al-Qur’an. Ilmu Fiqih menghindarkan orang beribadah serampangan. Karena berkaitan erat dengan kata dan kalimat, Ilmu Nahwu bertujuan menjaga lisan dari kesalahan dalam pengucapan setiap lafal bahasa Arab.
Lebih spesifik lagi, memahami Ilmu Nahwu paling minimal membantu orang dapat memahami al-Qur’an dan hadits dengan benar.
Selanjutnya, sejarah kemunculan dan penggagas Ilmu Nahwu akan diuraikan pada bagian kedua.