Ilmu Nahwu: Kemunculan dan Peletak Dasarnya (Bag. 2)

Redaksi Arabiyuna 23.07
Ilmu Nahwu lahir sebagai respon atas merebaknya kesalahan pengucapan dalam kehidupan berbahasa Arab. Sebelum dikenal akrab dengan Ilmu Nahwu, pengetahuan tata bahasa Arab ini lebih familiar dengan sebutan Ilmu Arabiyah (Ilmu Bahasa Arab). 

Kesalahan pengucapan ini sebenarnya juga terjadi pada zaman Rasulullah Saw. Hanya saja, kasus-kasus kesalahan berbahasa ini  merebak setelah penutur asli bahasa Arab hidup berbarengan dengan penutur asli bahasa non-Arab.

Peletak dasar pertama Ilmu Nahwu dalam satu riwayat adalah Ali bin Abi Thalib dan pada riwayat lain adalah muridnya yang bernama Abu al-Aswad ad-Duali.

Menurut riwayat pertama, Ali bin Abi Thalib melihat terjadi banyak kesalahan dalam pengucapan bahasa Arab oleh masyarakat Irak akibat dari interaksi bangsa Arab dengan bangsa Persia. Pernah beliau mendengar seorang badui salah membaca ayat al-Qur’an yang berbunyi:

لَا يأكله إلا الخاطِئُوْنَ dia baca  الخاطئِيْنَ

Atas keprihatian ini, Ali berinisiatif menyusun suatu rujukan yang memuat tata bahasa Arab agar bisa dijadikan pedoman.

Sedangkan versi riwayat kedua, menyatakan bahwa jauh sebelum Ali, Abu al-Aswad pernah diminta Khalifah Umar bin Khaththab untuk menyusun Nahwu. Itu karena Umar melihat seorang badui yang melakukan kesalahan ketika membaca al-Qur’an. Ayat yang berbunyi:

إن اللهَ بريء من المشركين وَرَسُوْ لُهُ

Dia baca menjadi وَرَسُوْلِهِ

Di samping itu, Khalifah Umar pernah mengirim sepucuk surat kepada gubernurnya di Irak yang bernama Abu Musa al-Asy’ari dimana salah satu isinya menyuruh Abu al-Aswad agar mengajari penduduk Bashrah soal i’rab (Nahwu).

Bahkan, kesalahan pengucapan ini pernah Abu al-Aswad saksikan dilakukan oleh anak perempuannya sendiri. Karena ingin menunjukkan kekagumannya pada indahnya malam, putrinya berkata:

مَا أَحْسَنُ السَّمَاءِ

Padahal seharusnya dia berkata:

مَا أَحْسَنَ السَّمَاءَ yang artinya alangkah indah langit ini!

Sedangkan yang dia katakan tadi justru kalimat tanya: apakah yang paling indah di langit?

Untuk menjembatani dua versi riwayat ini, Abdullah Muzakki, Lc. M.Hum dalam bukunya Pengantar Studi Nahwu (2015) kurang lebih menulis:

Adapun Ali bin Abi Thalib merupakan orang pertama yang menyusun dasar-dasar ilmu Nahwu. Beliau adalah orang pertama yang menulis bahwa kalam dibagi menjadi isim (kata benda), fi’il (kata kerja) dan harf (partikel fungsional). Beliau menyusunnya dengan memakai paradigma sima’i  (berkiblat pada pengucapan yang umum didengar dari mulut orang Arab).

Sedangkan Abu al-Aswad ad-Dauli adalah orang pertama yang menyusun bangunan kaidah dan tata bahasa dalam Ilmu Nahwu. Berbeda dengan sahabat Ali, Abu al-Aswad sudah mengembangkan paradigma qiyas (analogi). Di tangannya, Nahwu menjadi ilmu yang jauh lebih rasional sehingga memudahkan untuk dipelajari. Dia adalah orang pertama yang menulis tentang sistem i’rab. Adapun i’rab kerap dimaknai dengan perubahan akhir kata mengikuti perubahan jabatannya dalam struktur kalimat. Menurut al-Khalil bin Ahmad, topik i’rab adalah episentrum persoalan Ilmu Nahwu.

Setelah mengalami rasionalisasi, Ilmu Nahwu berkembang pesat dan sering dipelajari.

Namun tidak jarang kita mendengar kalau Bahasa Arab lebih susah daripada bahasa lain. Benarkah? 

Memangnya sesulit apakah sih bahasa Arab itu? Temukan jawabannya di bagian ketiga.

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »