10 Kalimat Penuh Arti tentang Hujan

Redaksi Arabiyuna 23.17 Add Comment

اَلْمَطَرُ يُثِيْرُ فِيْنَا حَنِيْنًا وَشَجَنًا لِأَيَّامٍ مَضَتْ وَلَنْ تَعُوْدَ

Hujan memantik kerinduan dan kesedihan pada masa lalu yang tidak bakal terulang kembali

أَخِرُ الْمَطَرِ كَأَوَّلِ الْبُكَاءِ، يُخْنِقُنَا بِالصُّمْتِ وَ الْكَآبَةِ

Hujan reda mengundang air mata seperti menyekik kita dengan diam dan duka

اَلصَّدَاقَةُ الْحَقِيْقِيَّةً تُعِيْدُ تَعْرِيْفَ الْمَطَرِ لِأَنَّهَا تَأْتِي دُوْنَ مُقَابِلٍ

Persahabatan sejati menyegarkan ingatan akan arti hujan. Dia memberi tanpa berharap kembali

نَسْمَعُ سُقُوْطَ الْمَطَرِ وَلَا نَسْمَعُ هُبُوْطَ الثَّلْجِ، نَسْمَعُ عَجِيْجَ الْآلَامِ الْخَفِيْفَةِ وَلَا نَسْمَعُ صُمْتَ الْآلَامِ الْعَمِيْقَةِ

Hujan turun dengan suara, salju turun tanpa suara. Persis seperti kita mendengar jeritan penyakit ringan tapi tak mendengar suara bisu derita terdalam

لَا يَبْقَى الْمَطَرُ فِي السَّمَاءِ

Tidak ada tetes hujan yang tertinggal di langit

أَخَافُ اَنْ تَمْطُرَ الدُّنْيَا وَلَسْتِ مَعِيْ

Aku takut hujan turun saat engkau tak di sisiku

سَعَادَةٌ مُفْجِعَةٌ أَنْ نَمُوْتَ تَحْتَ الْمَطَرِ

Kebahagiaan tiba-tiba adalah mati di bawah hujan

أَصْدِقَاؤُكَ الَّذِيْنَ يُحِبُّوْنَ السَّيْرَ تَحْتَ الْمَطَرِ لَا تُفَرِّطْ فِيْهِمْ

Jangan sia-siakan teman-temanmu yang suka berjalan di bawah hujan

إِذَا سَقَطَ الْمَطُرُ يَتَمَلَّكُنِيْ حَنِيْنٌ لَا يُوْصَفُ لِأَنْ أَبْكِيَ

Bilamana hujan turun, tak kuasa aku menahan kerinduan untuk menangis

لَيْسَ ذَنْبُ الْمَطَرِ أَنَّ ذَالِكَ التُّرَابَ تَحَوّلِ إِلَى وَحْلٍ

Jangan salahkan hujan bila debu berubah jadi lumpur

Disuruh Kasrah kok Malah Pecahkan Botol

Redaksi Arabiyuna 20.46 Add Comment
Ini kisah tentang seorang ayah yang begitu getol mendidik anak-anaknya supaya terbiasa berbicara dengan bahasa Arab fusha.

Pada suatu hari, dia meminta salah satu anak gadisnya untuk membawakan botol tinta miliknya.

Si anak gadis melaksanakan apa yang ayahnya perintahkan. Sesudah membawakan apa yang dia minta di dekatnya, dia berkata,

هَاكَ الْقَنِّيْنَةَ يَا أَبِيْ (Ini tintanya, Ayah!)

Dia membaca الْقَنِيْنَةَ dengan qaf fathah padahal yang benar adalah qaf kasrah: اَلْقِنِّيْنَةَ

Karena menyadari kekeliruan anaknya, sang ayah ingin memberi koreksi. Dia bilang,

اِكْسِرِيْهَا  (maksud ayahnya: kasrahkan huruf qafnya!)

Tapi apa yang terjadi?

Anak gadisnya langsung melemparkan botol tinta itu ke dinding dengan keras. Cairan dan bercak tinta mengotori sekujur dinding.

Mengapa bisa begitu?


Karena ucapan ayahnya tadi di benak anak gadisnya berarti: pecahkan saja botol tintanya!

10 Kalimat Motivasi Belajar Nahwu

Redaksi Arabiyuna 05.20 Add Comment

تَعَلَّمُوْا الْعَرَبِيَّةَ فَإِنَّهَا تُنْبِتُ الْعَقْلَ وَ تَزِيْدُ فِي الْمُرُوْءَةِ
Pelajarilah Bahasa Arab (Nahwu) karena dapat menumbukan kecerdasan dan menambah kewibawaan

تَعَلَّمُوْا النَّحْوَ فَإِنَّ بَنِي إِسْرَائِيْلَ كَفَرُوْا بِحَرْفٍ وَاحِدٍ كَانَ فِي الْإِنْجِيْلِ الْكَرِيْمِ مَسْطُوْرًا، وَهُوَ: أَنَا وَلَّدْتُ عِيْسَى (بِتَشْدِيْدِ الْلَامِ) فَخَفَّفُوْهُ، فَكَفَرُوْا
Pelajarilah ilmu Nahwu karena Bani Israil menjadi kafir karena tidak membaca satu huruf yang tertulis di dalam kitab suci Injil. 

تَعَلَّمُوْا الْعَرَبِيَّةَ فَإِنَّهَا مِنْ دِيْنِكُمْ
Belajarlah Bahasa Arab (Nahwu) karena ia bagian dari agama kalian

مَنْ طَلَبَ الْحَدِيْثَ وَلَمْ يُبْصِرِ الْعَرَبِيَّةَ كَمَثَلِ رَجُلٍ عَلَيْهِ بُرْنُسٌ وَلَيْسَ لَهُ رَأْسٌ
Barang siapa belajar hadits tanpa memperhatikan ilmu Nahwu ibarat seseorang yang memakai penutup topi tapi tidak punya kepala

اَلنَّحْوُ فِي الْعِلْمِ كَالْمِلْحِ فِي الطَّعَامِ
Nahwu di mata ilmu yang lain bagaikan garam bagi makanan

إِذَا كَانَ الْمُحَدِّثُ لَا يَعْرِفُ النَّحْوَ فَهُوَ كَالْحِمَارِ يَكُوْنُ عَلَى رَأْسِهِ مِخْلَاةٌ لَيْسَ فِيْهَا شَعِيْرٌ
Ahli hadits yang tidak mahir ilmu Nahwu seperti keledai yang mengangkut kantung makanan kosong tak berisi

إنَّ الْكَلَامَ بِلَا نَحْوٍ يُمَاثِلُهُ نَبْحُ الْكِـلَابِ
Kata-kata yang diucapkan dengan mengabaikan ilmu Nahwu tidak jauh berbeda dari gonggongan anjing

مَنْ تَبَحَّرَ فِى النَّحْوِ اهْتَدَى إِلَى كُلِّ الْعُلُوْمِ
Barang siapa yang mendalami ilmu Nahwu, akan memperoleh petunjuk ke ilmu-ilmu yang lain

إِنَّ الْمُجْتَهِدَ لَوْ جَمَعَ كُلَّ الْعُلُوْمِ لَمْ يَبْلُغْ رَتْبَةَ الْاِجْتِهَادِ حَتَّى يَعْلَمَ النَّحْوَ
Andaikan sudah menguasai semua ilmu, seorang mujtahid masih belum sampai ke level mujtahid yang sebenarnya sebelum menguasai ilmu Nahwu

لَا أُسْأَلُ عَنْ مَسْأَلَةٍ مِنْ مَسَائِلِ الْفِقْهِ إِلَّا أَجَبْتُ عَنْهَا مِنْ قَوَاعِدِ النَّحْوِ –اَلْإِمَامُ الشَّافِعِيُّ

Tidak sekalipun pertanyaan fiqih yang diajukan kepadaku melainkan aku jawab dengan kaidah-kaidah ilmu Nahwu (Imam asy-Syafi’i)

Masuk Surga karena Nahwu

Redaksi Arabiyuna 21.09 Add Comment
Siapa yang tidak kenal Imam Sibawaih?

Nama aslinya adalah Amr ibn Abbas. Lahir di Persia dan besar di Bashra, Irak. Beliau tersohor sebagai  tokoh  ulama yang menguasai berbagai disiplin ilmu terutama ilmu tata bahasa Arab (Ilmu Nahwu). Beliau lebih sering dipanggil Sibawaih yang dalam bahasa Persia bermakna "buah apel yang wangi" karena aroma tubuhnya mengeluarkan bau segar seperti buah apel. Ada yang mengatakan waktu kecil, kedua pipinya bontot layaknya buah apel.

Beberapa hari setelah beliau meninggal, salah seorang sahabat beliau bermimpi bertemu dengannya. Di dalam mimpi itu, Imam Sibawaih terlihat tengah menikmati kemegahan di alam tempat beliau berada sekarang. Si sahabat melihat beliau sedang memakai pakaian mewah, menyantap aneka rupa hidangan lezat sambil dikelilingi oleh  banyak bidadari rupawan di sebuah tempat yang sangat indah  mempesona.

Karena penasaran, sahabat itu pun bertanya, “Gerangan apa yang  membuatmu menerima kemuliaan sedemikian rupa ini?”

Lantas Imam Sibawaih kemudian  menceritakan pengalamannya ketika ditanya oleh malaikat di dalam kubur.

Setelah malaikat Munkar Nakir menanyakan pertanyaan-pertanyaan kubur yang  seluruhnya dapat kujawab dengan baik, kemudian kedua malaikat itu bertanya kepadaku, ‘Tahukan kamu, perbuatan apa yang membuatmu bisa menjawab semua pertanyaan kami tadi dengan baik?’

Aku mencoba menebak, ‘Apakah karena ibadahku?’

Bukan itu!’ kata Malaikat.

‘Apakah karena ilmuku?’

Bukan itu juga!’

Apakah karena karangan-karanganku?’

Bukan!’

Semua jawaban yang aku sampaikan tidak satu pun yang benar di mata malaikat. Hingga akhirnya aku menyerah karena tidak bisa lagi menereka dan memang sudah tidak tahu lagi jawaban yang sebenarnya.

Kemudian malaikat penjaga kubur itu berkata kepadaku, 'Allah Swt. menyelamatkanmu sehingga kamu dapat menjawab semua pertanyaan kubur dengan baik karena pendapatmu yang menyatakan bahwa yang paling ma’rifat dari semua isim ma’rifat adalah lafal jalalah (yakni lafal الله).'

Memang benar, Imam Sibawaih berkeyakinan bahwa dari semua jenis isim ma'rifat lafal Allah adalah isim ma'rifat yang paling ma'rifat."

Beliau dimakamkan di Syiraz, Iran.

Gerbang utama makam Imam Sibawaih

Bangunan makam Imam Sibawaih dari dalam

Diceritakan oleh Asy-Syarwani dalam  kitab Hawasyi asy-Syarwani

Macam dan Fungsi Huruf Alif

Redaksi Arabiyuna 16.32 6 Comments
Huruf alif mempunyai banyak penamaan dan fungsi sebagai berikut:

Huruf Isyba’

Alif dinamakan huruf isyba’ apabila berada setelah dhamir jama’ mudzakkar (wawu jama’) yang terdapat pada fi’il madhi dan fi’il mudhari yang berstatus manshub dan majzum.

Contoh:

ذَهَبُوْا      وَلَمْ يَدْخُلُوْا    وَلَنْ يَدْخُلُوْا

Alif yang jatuh setelah wawu jama’ pada tiga contoh di atas disebut huruf isyba’.

Alamat I’rab

Alif menjadi alamat i’rab rafa’ pada isim mutsanna (isim yang menunjukkan makna dua) dan alamat i’rab nashab pada asma’ khamsah.

Contoh:

زَارَ الْمُحَامِيَانِ أَبَاكَ

Alif tatsyniyah (sebelum akhir ) pada الْمُحَامِيَانِ menjadi alamat rafa’ karena menempati jabatan fail (marfu’). Sedangkan alif pada  أَبَاكَ menjadi alamat nashab karena menduduki jabatan maf’ul bihi (manshub).

Huruf Niyabah

Niyabah adalah huruf pengganti. 

Terkadang alif menjadi huruf pengganti dari nun taukid khafifah.

Contoh:

يَا رَجُلُ تَقَدُّمًا asalnya تَقَدُّمَنْ

Terkadang juga menjadi huruf pengganti dari huruf lam pada munada mustaghats (memanggil seseorang untuk dimintai pertolongan).

Contoh:

يَا هِنْدَا asalnya يَا لَهِنْدٍ

Alif Nudbah

Sekedar alif tambahan yang tidak berpengaruh pada i’rab untuk memperjanjang suara ketika meratap, mengeluh atau ada yang disesali.

Contoh:

وَاعُصْفُوْرَا!

Dhamir Mutsanna

Menjadi dhamir muttashil yang berfaidah mutsanna (menunjukkan pelaku dua orang) yang bersambung pada fi’il.

Contoh:

كَتَبَا        يَكْتُبَانِ     اُكْتُبَا

Demikianlah aneka macam nama dan fungsi alif dalam bahasa Arab. Apabila ada yang belum jelas dipahami, silakan bertanya di kolom komentar ya! 

Ilmu Nahwu: Kemunculan dan Peletak Dasarnya (Bag. 2)

Redaksi Arabiyuna 23.07 Add Comment
Ilmu Nahwu lahir sebagai respon atas merebaknya kesalahan pengucapan dalam kehidupan berbahasa Arab. Sebelum dikenal akrab dengan Ilmu Nahwu, pengetahuan tata bahasa Arab ini lebih familiar dengan sebutan Ilmu Arabiyah (Ilmu Bahasa Arab). 

Kesalahan pengucapan ini sebenarnya juga terjadi pada zaman Rasulullah Saw. Hanya saja, kasus-kasus kesalahan berbahasa ini  merebak setelah penutur asli bahasa Arab hidup berbarengan dengan penutur asli bahasa non-Arab.

Peletak dasar pertama Ilmu Nahwu dalam satu riwayat adalah Ali bin Abi Thalib dan pada riwayat lain adalah muridnya yang bernama Abu al-Aswad ad-Duali.

Menurut riwayat pertama, Ali bin Abi Thalib melihat terjadi banyak kesalahan dalam pengucapan bahasa Arab oleh masyarakat Irak akibat dari interaksi bangsa Arab dengan bangsa Persia. Pernah beliau mendengar seorang badui salah membaca ayat al-Qur’an yang berbunyi:

لَا يأكله إلا الخاطِئُوْنَ dia baca  الخاطئِيْنَ

Atas keprihatian ini, Ali berinisiatif menyusun suatu rujukan yang memuat tata bahasa Arab agar bisa dijadikan pedoman.

Sedangkan versi riwayat kedua, menyatakan bahwa jauh sebelum Ali, Abu al-Aswad pernah diminta Khalifah Umar bin Khaththab untuk menyusun Nahwu. Itu karena Umar melihat seorang badui yang melakukan kesalahan ketika membaca al-Qur’an. Ayat yang berbunyi:

إن اللهَ بريء من المشركين وَرَسُوْ لُهُ

Dia baca menjadi وَرَسُوْلِهِ

Di samping itu, Khalifah Umar pernah mengirim sepucuk surat kepada gubernurnya di Irak yang bernama Abu Musa al-Asy’ari dimana salah satu isinya menyuruh Abu al-Aswad agar mengajari penduduk Bashrah soal i’rab (Nahwu).

Bahkan, kesalahan pengucapan ini pernah Abu al-Aswad saksikan dilakukan oleh anak perempuannya sendiri. Karena ingin menunjukkan kekagumannya pada indahnya malam, putrinya berkata:

مَا أَحْسَنُ السَّمَاءِ

Padahal seharusnya dia berkata:

مَا أَحْسَنَ السَّمَاءَ yang artinya alangkah indah langit ini!

Sedangkan yang dia katakan tadi justru kalimat tanya: apakah yang paling indah di langit?

Untuk menjembatani dua versi riwayat ini, Abdullah Muzakki, Lc. M.Hum dalam bukunya Pengantar Studi Nahwu (2015) kurang lebih menulis:

Adapun Ali bin Abi Thalib merupakan orang pertama yang menyusun dasar-dasar ilmu Nahwu. Beliau adalah orang pertama yang menulis bahwa kalam dibagi menjadi isim (kata benda), fi’il (kata kerja) dan harf (partikel fungsional). Beliau menyusunnya dengan memakai paradigma sima’i  (berkiblat pada pengucapan yang umum didengar dari mulut orang Arab).

Sedangkan Abu al-Aswad ad-Dauli adalah orang pertama yang menyusun bangunan kaidah dan tata bahasa dalam Ilmu Nahwu. Berbeda dengan sahabat Ali, Abu al-Aswad sudah mengembangkan paradigma qiyas (analogi). Di tangannya, Nahwu menjadi ilmu yang jauh lebih rasional sehingga memudahkan untuk dipelajari. Dia adalah orang pertama yang menulis tentang sistem i’rab. Adapun i’rab kerap dimaknai dengan perubahan akhir kata mengikuti perubahan jabatannya dalam struktur kalimat. Menurut al-Khalil bin Ahmad, topik i’rab adalah episentrum persoalan Ilmu Nahwu.

Setelah mengalami rasionalisasi, Ilmu Nahwu berkembang pesat dan sering dipelajari.

Namun tidak jarang kita mendengar kalau Bahasa Arab lebih susah daripada bahasa lain. Benarkah? 

Memangnya sesulit apakah sih bahasa Arab itu? Temukan jawabannya di bagian ketiga.

Pengemis yang Pintar Nahwu

Redaksi Arabiyuna 07.00 Add Comment
Salah seorang ahli Nahwu bercerita:

Aku pernah melihat seorang buta sedang meminta-minta kepada orang-orang.

Pengemis itu berkata:

ضَعِيْفًا مِسْكِيْنًا فَقِيْرًا
Orang lemah, miskin dan fakir

Aku dibuat penasaran oleh kata-katanya. Kutanyakan padanya, “Mengapa kamu  me-nashab-kan (membaca fathah) ucapanmu ضَعِيْفًا مِسْكِيْنًا فَقِيْرًا ?”

Dia menjawab, “Aku baca fathah dengan menyembunyikan kata kerjanya.”
Kata kerja yang dimaksudkannya adalah lafal اِرْحَمُوْا (kasihanilah!).

Jawaban yang cerdas, pikirku. Tidak perlu menunggu lama, aku keluarkan semua uang yang ada padaku lalu kuserahkan padanya karena senang dengan apa yang barusan pengemis buta itu katakan.

Penjelasan:

Pola dasar kalimat di atas adalah:

ضَعِيْفًا مِسْكِيْنًا فَقِيْرًا اِرْحَمُوْا 

Kasihanilah orang lemah, miskin dan fakir!

Kemudian, kata kerjanya disembunyikan sehingga tinggal apa yang seperti diucapkan pengemis tadi. Sebagai tanda kata kerjanya dihapus, si pengemis tadi membacanya dengan fathah: Dha’îfan miskînan faqîran.